Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Bali menurut besaran produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) berjumlah Rp219,8 triliun sepanjang 2021.
Sedangkan jika diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, ekonomi Bali mengalami kontraksi sebesar 2,47% menjadi Rp143,87 triliun pada tahun 2021.
Kontraksi ini dipicu oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar 10,2%, sektor transportasi dan pergudangan 17,5%, serta sektor jasa keuangan sebesar 3,3%.
Ini merupakan kontraksi kedua yang dialami Bali selama pandemi Covid-19. Pada 2020, provinsi yang memiliki julukan Pulau Dewata ini juga mengalami kontraksi sebesar 9,33%.
Seperti diketahui, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum masih menjadi penopang perekonomian terbesar Bali. Namun, kontribusi lapangan usaha tersebut telah menyusut menjadi hanya 16,66% pada 2021, jauh lebih rendah dibanding dengan sebelum terjadinya pandemi Covid-19 yang mampu mencapai 23,7% pada 2019.
Lapangan usaha yang menjadi penopang terbesar PDRB Bali lainnya adalah sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 15,71%. Setelahnya ada sektor konstruksi dengan kontribusi sebesar 11%.
Pembatasan kegiatan sosial dan pariwisata yang diberlakukan selama pandemi memang sangat berdampak pada matinya perekonomian Pulau Bali. Kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara yang turun secara drastis juga tentunya berdampak pada semua lini usaha di provinsi ini
(Baca Juga: Setelah Mati Suri, 10 Sektor Usaha di Bali Mulai Bergerak Lagi)