Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2023 setidaknya ada 241 kasus konflik agraria di Indonesia.
Konflik tersebut melibatkan area seluas 638,2 ribu hektare, serta berdampak pada 135,6 ribu kepala keluarga (KK).
Jika dilihat dari luas areanya, konflik agraria paling besar pada 2023 terkait sektor infrastruktur, seperti proyek pembangunan jalan, pembangkit listrik, dan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Berikut rincian luas area konflik agraria di Indonesia 2023 berdasarkan sektor:
- Proyek infrastruktur: 243.755 hektare
- Pertambangan: 127.525 hektare
- Perkebunan/agribisnis: 124.545 hektare
- Kehutanan: 77.487 hektare
- Bisnis properti: 64.119 hektare
- Pesisir/pulau kecil: 428 hektare
- Fasilitas militer: 328 hektare
KPA memperoleh data ini dari sejumlah sumber, yaitu:
- Korban yang melaporkan kejadian konflik agraria ke KPA, baik secara langsung atau melalui perantara;
- Laporan dari anggota dan jejaring KPA;
- Pemantauan lapangan;
- Pemantauan pemberitaan media massa;
- Database konflik dalam sistem respons cepat darurat agraria; dan
- Hasil investigasi lapangan.
Dengan sumber daya organisasi yang terbatas, data yang dihimpun KPA mungkin belum mewakili seluruh konflik agraria di Indonesia.
KPA juga hanya mencatat kasus "konflik agraria struktural", yakni konflik lahan yang disebabkan kebijakan pejabat publik, serta mengakibatkan terancamnya dan/atau tersingkirnya hak-hak konstitusional masyarakat atas sumber-sumber agraria.
Data ini tidak termasuk sengketa pertanahan biasa, seperti perebutan hak waris, sengketa lahan antar perusahaan, dan sebagainya.
(Baca: Jumlah Kasus Konflik Agraria Meningkat pada 2023)