Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun anggaran 2022 pemerintah Indonesia menghabiskan sekitar Rp10,1 triliun untuk subsidi solar.
Realisasi belanja subsidi solar itu turun 25% dibanding tahun anggaran 2021 (year-on-year/yoy), sekaligus menjadi yang paling rendah dalam lima tahun terakhir.
BPK juga mencatat, sepanjang 2022 pemerintah telah menyalurkan solar bersubsidi sebanyak 17,6 juta kiloliter, dari total kuota 17,8 kiloliter.
"Penyaluran JBT (Jenis BBM Tertentu/minyak tanah dan solar bersubsidi) diupayakan dilakukan secara optimum agar rumah tangga miskin, usaha mikro, petani, dan nelayan kecil dapat memperoleh BBM sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau," kata BPK dalam laporannya.
(Baca: Konsumsi LPG Naik Lagi pada 2022, Capai Rekor Tertinggi Sedekade)
Adapun mulai pertengahan 2023, pemerintah melalui Pertamina Patra Niaga melakukan pembatasan penyaluran solar bersubsidi dengan sistem QR Code.
Kini konsumen wajib mendaftar terlebih dulu, kemudian menggunakan QR Code saat membeli solar bersubsidi. Dengan demikian, bahan bakar ini diharapkan hanya bisa diakses oleh konsumen yang berhak.
"Mengingat penyaluran solar subsidi sudah diatur dalam Surat Keputusan BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020, baik kriteria kendaraan dan volume atau kuota hariannya, maka bertahap kami berlakukan Full QR untuk solar subsidi," kata Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, dalam siaran persnya (25/5/2023).
Berdasarkan lampiran Perpres No. 191 Tahun 2014, konsumen yang berhak mendapatkan solar bersubsidi adalah kendaraan pribadi, kendaraan umum pelat kuning, mobil layanan umum (ambulans, mobil jenazah, mobil sampah, pemadam kebaran), serta kendaraan angkutan barang (kecuali pengangkut hasil pertambangan dan perkebunan dengan roda >6).
Solar bersubsidi juga diperuntukkan bagi usaha mikro, usaha pertanian, perikanan, dan transportasi air skala kecil.
Namun, menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), sebelum adanya sistem QR Code, penyaluran solar bersubsidi kerap tidak tepat sasaran.
"Terjadi penyalahgunaan solar subsidi oleh industri besar, seperti perusahaan tambang dan sawit, kendaraan bermotor roda 4 dan roda 6 yang tidak sesuai dengan batas maksimal konsumsi BBM subsidi per harinya," kata BPH Migas dalam paparan Frequently Asked Question di situs resminya.
(Baca: Subsidi LPG Meningkat pada 2022, Rekor Tertinggi Sedekade)