Daya saing industri pengolahan atau manufaktur Indonesia kurang menonjol dibanding negara-negara tetangga.
Hal ini terlihat dari Competitive Industrial Performance (CIP) yang dirilis United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) pada Juli 2025.
(Baca: Ini Industri Pengolahan dengan Nilai Tambah Terbesar di RI)
CIP adalah indeks yang mengukur kapasitas suatu negara dalam berkontribusi di pasar manufaktur internasional dan domestik.
Indeks ini juga mengukur kemampuan negara dalam mengembangkan industri manufaktur yang berteknologi dan bernilai tambah tinggi.
UNIDO menyusun indeks CIP dengan beragam indikator yang terangkum dalam tiga dimensi penilaian utama, yaitu:
- Kapasitas produksi dan ekspor barang manufaktur;
- Pendalaman dan peningkatan teknologi manufaktur;
- Pengaruh industri terhadap pasar manufaktur global.
Hasil penilaiannya dirumuskan menjadi skor dengan rentang 0 sampai 1 poin. Makin tinggi skornya, daya saing industri manufaktur di suatu negara diasumsikan makin baik.
Berdasarkan metode ini, Indonesia hanya memiliki skor 0,08 poin pada 2023.
Angka tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-5 skala ASEAN, tertinggal dari Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Berikut rincian skor CIP atau daya saing industri manufaktur negara-negara ASEAN pada 2023, beserta peringkatnya di skala global:
- Singapura: 0,25 poin (peringkat ke-9 global)
- Malaysia: 0,15 poin (peringkat ke-23 global)
- Thailand: 0,12 poin (peringkat ke-28 global)
- Vietnam: 0,11 poin (peringkat ke-30 global)
- Indonesia: 0,08 poin (peringkat ke-36 global)
- Filipina: 0,06 poin (peringkat ke-45 global)
- Brunei Darussalam: 0,04 poin (peringkat ke-62 global)
- Kamboja: 0,03 poin (peringkat ke-69 global)
- Myanmar: 0,02 poin (peringkat ke-86 global)
- Laos: 0,01 poin (peringkat ke-105 global)
(Baca: Kontribusi Industri Pengolahan ke PDB RI Menurun Selama 2011-2024)