Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia selalu mengalami defisit dalam sedekade terakhir, karena nilai belanja negara selalu lebih besar dari pendapatannya.
Demi menutup defisit, setiap tahun pemerintah melakukan pembiayaan utang, yakni dengan menarik pinjaman dari dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan APBN 2026, pembiayaan utang untuk kebutuhan APBN tahun depan ditargetkan mencapai Rp781,9 triliun.
Nilai tersebut naik 9,28% dibandingkan perkiraan (outlook) pembiayaan utang APBN 2025.
Berikut rincian nilai pembiayaan utang dalam APBN periode 2022-2026:
- 2022: Rp696 triliun
- 2023: Rp404 triliun
- 2024: Rp558,1 triliun
- 2025 (outlook): Rp715,5 triliun
- RAPBN 2026: Rp781,9 triliun
Merujuk Nota Keuangan, pemerintah menyatakan menerapkan 3 prinsip dalam pengelolaan utang, antara lain:
- Akseleratif, dengan memanfaatkan utang sebagai katalis percepatan pembangunan dan menjaga momentum pertumbuhan.
- Efisien, dengan memperhatikan penerbitan utang dengan biaya yang minimal melalui pengembangan dan pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen utang.
- Seimbang, dengan menjaga portofolio utang pemerintah yang optimal pada keseimbangan antara biaya minimal dengan tingkat risiko yang dapat ditoleransi dalam rangka mendukung keberlanjutan fiskal.
(Baca: APBN Indonesia Selalu Defisit 10 Tahun Terakhir)