Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya penyimpangan biaya perjalanan dinas dari 46 kementerian/lembaga (K/L) senilai Rp39,26 miliar sepanjang 2023.
Hal ini termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah Pusat 2023.
Ada empat pokok penyimpangan yang dihimpun, yakni perjalanan dinas tidak sesuai; tidak adanya bukti perjananan dinas; perjalanan dinas fiktif; dan penyimpangan lainnya.
Pertama, paling banyak terjadi akibat perjalanan yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kelebihan pembiayaan belanja oleh 38 K/L dengan nilai Rp19,65 miliar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengembalikan sisa kelebihan perjalanan dinas ke kas negara sebesar Rp10,57 miliar.
Lalu belanja perjalanan dinas BRIN sebesar Rp1,5 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya, serta Kementerian Hukum dan HAM tidak memiliki bukti akomodasi yang dipertanggungjawabkan senilai Rp1,3 miliar.
Kedua, sebanyak 14 K/L ditemukan belum memberikan bukti perjalanan dinas, nilainya mencapai Rp14,75 miliar. Di antaranya adalah Badan Pangan Nasional (Bapanas) senilai Rp5 miliar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rp211,81 juta, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Rp7,4 miliar.
Ketiga, BPK juga menemukan adanya perjalanan dinas fiktif senilai Rp9,3 juta. Beberapa di antaranya terdeteksi di Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp1,48 juta karena perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan, serta BRIN Rp6,8 juta karena pembayaran akomodasi fiktif.
Keempat, penyimpangan perjalanan dinas lainnya yang terhimpun Rp4,84 miliar dari 23 K/L. Ini dilakukan oleh Kementerian PUPR sebesar Rp1,14 miliar, Kementerian PANRB Rp792,17 juta, serta Kementerian Pertanian Rp571,73 juta.
Atas permasalahan tersebut, BPK meminta K/L terkait untuk melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp12,79 miliar.
(Baca: Proyek Fiktif, Modus Korupsi Terbanyak di Indonesia)