Realisasi kepatuhan masyarakat atau wajib pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak dan membayar pajak sepanjang 2022 mencapai 83,2%. Laporan ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo pada medio Januari 2023.
Angka tersebut sebenarnya turun dari realisasi 2021 yang mencapai 84,07%. Akan tetapi capaian tersebut sudah melebihi target yang dipasang, yakni 80%.
Dikutip dari Kontan.co.id, target SPT tahunan pada 2022 adalah sebanyak 19 juta wajib pajak yang terdiri dari 1,65 juta wajib pajak perusahaan dan 17,35 juta wajib pajak pribadi.
Jika persentase kepatuhan 83,2%, maka SPT pajak 2022 yang dilaporkan baru 15,8 juta pelaporan.
Rasio kepatuhan dihitung melalui perbandingan antara jumlah SPT tahunan pajak penghasilan (PPh) yang diterima dalam suatu tahun pajak tertentu dengan jumlah wajib pajak terdaftar wajib SPT pada awal tahun.
(Baca juga: Rasio Kepatuhan Pelaporan SPT Pajak Tercapai 84% pada 2021)
Klaim meningkat pada awal Maret 2023
Pada kesempatan terpisah, Suryo Utomo mengatakan sampai (28/2/2023) malam, sudah ada 5,32 juta SPT yang dilaporkan. Jumlahnya naik 21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"SPT mohon kiranya sampai akhir bulan ini kita dudukkan, tidak terhambat lah karena pelaporannya juga sudah dilakukan secara online," kata Suryo dalam konferensi pers di kantor Kemenkeu yang diwartakan Katadata.co.id, Rabu (1/3/2023).
Imbas kasus pegawai pajak dengan harta jumbo, Rafael Alun, membuat beberapa pihak tidak percaya hingga menyerukan untuk tidak membayar pajak. Salah satunya oleh mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.
Dalam unggahan di akun Instagramnya, Said mengatakan NU mengambil sikap tegas tidak usah bayar pajak jika hasil uang pajak itu diselewengkan.
Terkait ramai seruan tersebut, Suryo mengingatkan kepada publik untuk bisa membedakan antara kasus dengan kewajiban. Hal ini karena berdasarkan UU membayar pajak merupakan kewajiban.
(Baca juga: Daftar 5 Lima Negara Suaka Pajak di Dunia)