Menurut laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), sepanjang 2021 ada 38 orang yang menjadi korban kriminalisasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Angka tersebut jauh berkurang dibanding tahun 2020, di mana jumlah korbannya mencapai 84 orang sekaligus menjadi yang terbanyak dalam lima tahun terakhir.
Kendati korbannya berkurang, SAFEnet menilai kebebasan berekspresi di Indonesia belum serta-merta membaik.
SAFEnet menemukan bahwa warga yang dituntut dengan UU ITE pada 2021 paling banyak berasal dari kalangan aktivis yang menyuarakan isu hak asasi manusia (HAM), yakni mencapai 10 orang atau 26,3% dari total korban.
Ini merupakan kali pertama di mana aktivis menjadi korban kriminalisasi terbanyak sejak UU ITE diteken pada 2008. Biasanya, korban terbanyak berasal dari kalangan warga.
Pada 2021 ada 8 orang (21,1%) korban kekerasan dan pendampingnya yang dituntut dengan UU ITE, serta 7 orang (18,4%) dari kalangan warga.
Sedangkan korban lainnya berasal dari kalangan jurnalis, akademisi, mahasiswa, buruh, politisi, dan organisasi masyarakat.
Menurut catatan SAFEnet, Pasal 27 ayat 3 UU ITE terkait pencemaran nama baik menjadi "pasal karet" yang paling banyak digunakan untuk membatasi kebebasan ekspresi di ranah digital. Sepanjang 2021 tercatat ada 17 korban yang dituntut dengan pasal tersebut.
(Baca Juga: Ada 204,7 Juta Pengguna Internet di Indonesia Awal 2022)