Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 21 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 58 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (27/1/2025) pukul 11.39 WIB. Dari 21 titik panas terdeteksi, 21 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Akibat Karhutla, ISPA Kalimantan Selatan Capai 189 Ribu Kasus per September 2023)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tengah sebanyak 7 titik. Maluku Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 4 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 3 titik panas.
Sebanyak 2 titik panas terdeteksi di Sumatera Selatan, Aceh menyusul dengan 1 titik panas, serta Papua Barat dan Papua masing-masing memiliki 1 dan 1 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kalimantan Barat Hasilkan Emisi CO2 dari Karhutla Terbanyak sampai Juli 2023)