Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 101 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 23 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (15/12/2024) pukul 11.06 WIB. Dari 101 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi dan 100 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Hampir 5 Ribu Kejadian Bencana Alam di Indonesia Sepanjang 2023, Karhutla Mendominasi)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 23 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 17 titik. Jambi berada di posisi ketiga sebanyak 12 titik panas.
Sebanyak 9 titik panas terdeteksi di Sumatera Utara, Riau menyusul dengan 9 titik panas, serta Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 9 dan 5 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kalimantan Barat Hasilkan Emisi CO2 dari Karhutla Terbanyak sampai Juli 2023)