Kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2018 hingga 2022 sudah tembus Rp126 triliun. Jumlah kerugian itu dihimpun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dilansir dari Antara, rincian kerugiannya adalah Rp1,4 triliun pada 2018; Rp4 triliun pada 2019; Rp5,9 triliun pada 2020; Rp2,54 triliun pada 2021; Rp112,2 triliun pada 2022.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan, nilai itu diprediksi bisa lebih besar lagi karena masih ada korban yang tidak melaporkannya atau silent victim.
Adapun penyebab maraknya investasi ilegal di Indonesia dari sisi pelaku adalah kemudahan membuat aplikasi, web, dan penawaran melalui media sosial, serta banyak server di luar negeri yang dipakai untuk mengelabui.
Sementara dari sisi korban atau masyarakat, penyebabnya yaitu mudah tergiur bunga tinggi dan belum paham investasi.
Sarjito menerangkan, terdapat lima ciri-ciri investasi ilegal. Pertama, menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat.
Kedua, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau member get member. Ketiga, memanfaatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, atau figur publik untuk menarik minat berinvestasi.
Keempat, bisa klaim tanpa risiko. Kelima, legalitas yang tidak jelas seperti tidak memiliki izin usaha atau kelembagaan.
Dalam beberapa kasus, pelaku mengantongi izin kelembagaan seperti PT, Koperasi, CV, Yayasan, dan lainnya, tetapi tidak punya izin usaha. Bisa juga memiliki izin kelembagaan dan izin usaha, tetapi melakukan kegiatan tidak sesuai dengan izinnya.
"Maka dari itu, masyarakat juga harus cerdas karena ini bukan hanya masalah literasi. Jika pinjol maupun investasi tersebut tidak memiliki izin OJK, sudah tinggalkan saja," kata Sarjito dalam Webinar Nasional Seri-2 bertajuk "Perlindungan Konsumen terhadap Kejahatan Keuangan Digital" di Jakarta, Senin (12/6/2023).
(Baca juga: Satgas Waspada Investasi Blokir 135 Pinjol Ilegal Sejak Awal 2023, Ini Trennya dalam Lima Tahun Terakhir)