Laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menunjukkan, terdapat 92 korban penyiksaan yang diduga dilakukan aparat negara sepanjang Juli 2023-Juni 2024.
Berdasarkan kelompok usia, ada 14 korban yang merupakan anak-anak atau di bawah 18 tahun.
"Pemantauan KontraS menunjukkan bahwa seluruh kasus penyiksaan yang menimpa anak di bawah umur tersebut dilakukan oleh anggota kepolisian," tulis KontraS dalam laporan yang dipublikasikan Senin (1/7/2024).
KontraS menyebut, penyiksaan terhadap anak merupakan pelanggaran terhadap UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU perlindungan anak secara eksplisit mengatur bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan.
Berdasarkan pemantauan KontraS, mayoritas motif terjadinya penyiksaan terhadap anak adalah untuk mengejar pengakuan dari korban. Rata-rata korban adalah anak yang diduga terlibat atau dituduh menjadi pelaku tindak pidana.
KontraS memberi contoh kasus penyiksaan terhadap anak terjadi di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dan Banyumas, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah.
Pada kasus di Bulukumba, anak berinisial IK berusia 16 tahun dipaksa mengaku oleh pihak kepolisian sebagai kurir narkoba, korban dipukul, hingga ditodong dengan senjata api.
Sementara pada kasus di Banyumas, dalam kasus tersangka mendiang Oki yang dituduh sebagai pencuri motor dan dipukuli oleh kepolisian. Bersama dengan mendiang Oki terdapat pula anak-anak yang turut ditangkap dan mendapatkan penyiksaan, diantaranya yakni A (15 tahun), N (15 tahun), dan D (16 tahun).
Kelompok usia selanjutnya adalah kelompok 19-25 tahun sebanyak 24 orang. Lalu ada kelompok 26-35 tahun 38 orang—menjadi yang tertinggi dalam daftar ini.
Selanjutnya usia 36-50 tahun sebanyak 12 orang dan 51-60 orang sebanyak 1 orang. Adapun korban yang tidak diketahui usianya sebanyak 3 orang.
(Baca juga: Ada 35 Kasus "Extra-Judicial Killing" oleh Polri Selama 2023-2024)