Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 150 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 34 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (5/11/2024) pukul 11.46 WIB. Dari 150 titik panas terdeteksi, 3 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 141 titik skala sedang, dan 6 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: BPBD: Kerugian Bencana Banjir di Sumatera Barat Capai Rp108,38 Miliar)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 43 titik. Nusa Tenggara Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 21 titik. Jawa Timur berada di posisi ketiga sebanyak 13 titik panas.
Sebanyak 13 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Maluku Utara menyusul dengan 9 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 9 dan 8 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada 31 Bencana di Indonesia pada Akhir Mei 2024, Banjir Mendominasi)