Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menghimpun jenis-jenis kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) Indonesia pada 2024.
Data yang disajikan ini bersumber dari Komnas Perempuan dan mitra Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan yang ada di pelaporan, yaitu instansi penegak hukum, instansi pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil.
Kekerasan berbasis gender ini berbeda dengan kekerasan pada umumnya, sebab motif pelaku melakukan kekerasan karena gender korban sebagai perempuan. Faktor pendorongnya antara lain, relasi kuasa yang timpang, dominasi, tingginya maskulinitas, stereotip gender, dan norma sosial berbasis patriarki lainnya.
Hasilnya, kekerasan seksual yang paling banyak diterima perempuan Tanah Air, yakni mencapai 20.471 kasus atau 36,43% dari total kasus pada 2024.
(Baca: Sebaran Korban Femisida di Dunia pada 2024, Afrika Masih Tertinggi)
Jenis kedua adalah kekerasan psikis, yang mencapai 15.139 kasus atau 26,94%.
Lalu ada kekerasan fisik, sebesar 15.044 kasus atau 26,78%. Terakhir, kekerasan ekonomi, mencapai 5.531 kasus atau 9,84%.
"Bentuk kekerasan lebih banyak daripada jumlah kasusnya. Satu korban sangat mungkin mengalami kekerasan lebih dari satu," Komnas Perempuan memberi catatan dalam laporan Catahu 2024: Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan.
Hal lain yang perlu diperhatikan, angka ini merupakan yang tercatat secara tertulis oleh Komnas Perempuan. Kasus bisa jadi lebih tinggi dari yang tercatat, sebab belum semua perempuan berani melaporkan kekerasan yang diterima.
Komnas Perempuan juga mengimpun, dalam 10 tahun terakhir, jumlah kasus KBGtP di Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat.
Pada 2015, ada sekitar 204 ribu kasus yang tercatat. Kemudian pada 2024 jumlahnya menjadi 330 ribu kasus.
(Baca: Jumlah Kasus Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan Indonesia 2015-2024)