Pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada Juli 2024-Juni 2025, setidaknya ada 37 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang dilakukan aparat Polri di Indonesia.
Dari 37 peristiwa tersebut, 40 orang menjadi korban. Berdasarkan statusnya, 22 korban merupakan tersangka tindak pidana, 17 korban warga sipil biasa (non-kriminal), dan 1 korban adalah anggota Polri.
“Pemantauan KontraS juga menunjukkan bahwa satuan yang terbanyak terlibat dalam peristiwa extrajudicial killing adalah satuan reserse kriminal, yang terlibat dalam setidaknya 10 peristiwa,” tulis KontraS dalam Kertas Kebijakan Hari Bhayangkara 2025.
Menurut KontraS, hal tersebut menunjukkan salah satu penyebab utama terjadinya extrajudicial killing adalah upaya penegakan hukum pidana.
KontraS menerangkan, salah satu alasan yang kerap digunakan untuk menjustifikasi tindakan extrajudicial killing adalah karena tersangka melakukan perlawanan atau melarikan diri ketika akan ditangkap, sehingga aparat melakukan penembakan yang berujung pada kematian.
Untuk menjawab hal tersebut, Polri memiliki Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 yang mengatur penggunaan kekuatan, termasuk senjata api, dengan cukup detail.
Dijelaskan, anggota Polri diperbolehkan menggunakan senjata api jika perilaku tersangka kejahatan berpotensi menimbulkan atau kematian anggota Polri atau masyarakat.
“Oleh karena itu, terhadap seluruh peristiwa extrajudicial killing yang terjadi perlu dilakukan investigasi, untuk menentukan apakah penggunaan senjata yang menyebabkan kematian tersebut memang benar dilakukan karena ada ancaman yang sangat mendesak yang dialami oleh anggota Polri dalam melakukan penindakan tindak pidana,” demikian KontraS.
Dalam pemantauannya, rujukan sumber KontraS dalam memperoleh data antara lain: media yang terverifikasi Dewan Pers, pendampingan kasus KontraS, jaringan lokal KontraS, dan keterbukaan informasi publik.
(Baca: Banyak Aparat Terduga Pelaku Penyiksaan Tidak Ditindak)