Pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sepanjang Juni 2024-Mei 2025, mengungkap adanya 66 peristiwa penyiksaan dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
“66 peristiwa penyiksaan tersebut menyebabkan 139 orang menjadi korban. Pemantauan KontraS mencatat sebanyak 23 korban meninggal dunia dan 116 lainnya luka-luka,” tulis KontraS dalam laporan Negara Tidak Berbenah, Penyiksaan Terus Berulang.
Berdasarkan institusi, aparat Polri terbanyak melakukan tindakan penyiksaan dengan 36 peristiwa, TNI 23 peristiwa, dan petugas rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) 7 peristiwa.
Adapun dari 66 peristiwa, KontraS mencatat 14 cara atau metode penyiksaan yang dilakukan, antara lain:
- Memukul: 65 kasus
- Menendang: 9 kasus
- Menginjak: 5 kasus
- Menyeret: 3 kasus
- Menyayat: 2 kasus
- Menyundut: 2 kasus
- Mengikat: 2 kasus
- Mencekik: 2 kasus
- Membakar: 2 kasus
- Mencambuk: 1 kasus
- Menjepit: 1 kasus
- Merendam: 1 kasus
- Menyemprot: 1 kasus
- Membekap: 1 kasus.
KontraS mengatakan, dari 139 korban, 114 korban merupakan warga sipil biasa dan 25 korban merupakan tersangka tindak pidana atau terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya di lapas.
Sementara itu, motif penyiksaan terbanyak adalah mengejar pengakuan dengan total 41 peristiwa, yang 28 di antaranya dilakukan anggota Polri, 11 prajurit TNI, dan 2 kasus oleh petugas lapas.
Data pemantauan KontraS berasal dari data primer melalui wawancara dengan berbagai lembaga negara yang tergabung dalam Kerja sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) dan lembaga negara terkait melalui mekanisme keterbukaan informasi publik.
Data sekunder diperoleh dari pemantauan terhadap berbagai peristiwa penyiksaan yang terjadi dalam rentang Juni 2024-Mei 2025, melalui pemberitaan media dan informasi yang diperoleh dari media sosial.
(Baca: Polri: Pelaku Utama Pelanggaran Kebebasan Sipil Semester I 2025)