Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk Statistik Kriminal 2023 menunjukkan, tren kasus kejahatan asusila, yakni pencabulan, yang terlaporkan di Indonesia cenderung fluktuatif selama lima tahun terakhir.
Sepanjang 2022, jumlah kasus pencabulan mencapai angka 2.893 kasus per tahun. Jumlah ini menurun dibanding periode 2021 dan 2020 yang masing-masing sebanyak 4.741 kasus dan 5.536 kasus.
Secara tren lima tahun terakhir, kasus pencabulan di Indonesia paling banyak terjadi pada 2020. Namun, setahun berikutnya pada 2021 telah menurun. Level terendah dalam lima tahun terakhir terjadi pada 2022.
Wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara paling banyak menerima laporan kasus pencabulan pada 2022, yaitu 385 kasus. Lalu, posisinya diikuti oleh Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing sebanyak 266 kasus dan 191 kasus pencabulan.
Di sisi lain, wilayah hukum Polda Kalimantan Selatan sebagai daerah dengan laporan kasus pencabulan paling sedikit se-nasional pada tahun lalu, yaitu 21 kasus. Kemudian disusul oleh Papua dan Sulawesi Barat dengan masing-masing 22 kasus.
Teranyar, Polres Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menetapkan seorang oknum guru ngaji bernama Opan Sopandi sebagai tersangka dalam kasus pencabulan terhadap belasan anak didiknya. Pihak kepolisian pun memasukkan nama tersangka tersebut ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kapolres Purwakarta, AKBP Edwar Zulkarnain mengatakan, penetapan tersangka itu dilakukan setelah polisi melakukan pengumpulan alat bukti dan memintai keterangan sejumlah saksi mata, termasuk para korban.
"Tersangka sampai saat ini belum diketahui keberadaannya, jadi kami memasukkan tersangka dalam daftar pencarian orang," kata Edwar dilansir dari Antara, Minggu (17/12/2023).
Edwar mengaku, instansinya sengaja membuka identitas dan foto wajah Opan Sopandi ke publik, agar masyarakat yang mengetahui keberadaannya bisa segera melapor ke kantor polisi terdekat.
Menurut Edwar, sesuai dengan pemeriksaan sementara, terdapat 15 korban pencabulan yang dilakukan oleh Opan Sopandi. Namun, jumlahnya kemungkinan bisa bertambah, karena masih ada korban yang belum melapor.
Atas perbuatannya, pelaku terancam pasal 81 ayat 1, 2, 3 dan atau pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Berdasarkan aturan tersebut, ancaman hukuman bagi pelaku paling paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
"Tapi karena tersangka merupakan tenaga pendidik, maka hukumannya ditambah sepertiga dari ancaman pokok," kata Edwar.
(Baca: Inilah 10 Provinsi dengan Kasus Perkosaan Terbanyak pada 2022, Aceh Teratas)