Menurut survei Mandiri Institute, ada banyak perusahaan di Indonesia yang menganggap penting environmental, social, and governance (ESG).
ESG adalah standar praktik bisnis yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola secara berkelanjutan.
Dari 162 perusahaan terbuka (listed companies) yang disurvei, 95% mengimplementasikan ESG karena sudah menjadi prinsip perusahaan mereka (corporate value).
Namun, masih banyak yang menghadapi tantangan dalam praktiknya. Mayoritas atau 64% responden merasa terkendala dalam memenuhi indikator kinerja ESG.
Lebih dari separuh responden juga merasa terkendala biaya (60%), kurang memahami ESG (57%), dan kurang dukungan dari negara/pemerintah/regulator untuk menerapkan ESG (55%).
Kendala lain yang dihadapi adalah kurangnya data, menyusun metode penilaian kinerja, menentukan target kinerja, tak ada arahan atau dukungan dari pemegang saham (shareholder), dan sebagainya seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Isu ESG yang Menarik Minat Investor, Perubahan Iklim Teratas)
Adapun Kementerian Keuangan bersama United Nations Development Programme (UNDP) telah menerbitkan dokumen acuan penerapan ESG yang berjudul Kerangka Kerja Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) sejak November 2022.
Dokumen itu menyatakan ada 10 standar ESG yang perlu dipenuhi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni:
- Pencegahan polusi dan pengelolaan limbah;
- Pelestarian keanekaragaman hayati;
- Pengelolaan sumber daya alam dan efisiensi energi;
- Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta risiko bencana;
- Ketenagakerjaan dan lingkungan kerja;
- Keberagaman, kesetaraan, inklusi, dan akses;
- Kepentingan sosial;
- Warisan budaya;
- Kepemimpinan dan tata kelola; dan
- Risiko dan pengendalian.
Dokumen tersebut juga memberi panduan penerapan ESG untuk pengelola proyek dan badan usaha.
"Kerangka kerja beserta petunjuk penggunaannya komprehensif dan pragmatis. Selain konseptual, keduanya dilengkapi dengan cara implementasinya di lapangan. Saya yakin keduanya dapat digunakan dengan mudah oleh para pemangku kepentingan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, dikutip dari dokumen tersebut.
(Baca: Banyak Konsumen Mau Bayar Lebih untuk Produk Berkelanjutan)