Menurut survei pasca-pencoblosan (exit poll) Indikator Politik Indonesia, mayoritas atau 49,6% responden pemilih Pemilu 2024 menilai politik uang bukan hal yang wajar dan tidak dapat diterima.
Namun, persentase tersebut turun drastis dibanding pemilu sebelumnya.
"Mereka yang mengatakan politik uang bukan sesuatu yang bisa diterima, artinya tidak wajar dilakukan oleh capres-cawapres atau timsesnya itu, di Pemilu 2019 ada 67%, sekarang tinggal 49,6%," kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya secara daring, Rabu (21/2/2024).
Mereka juga menemukan, pada Pemilu 2024 ada 46,9% responden yang menyatakan politik uang bisa diterima sebagai hal yang wajar. Proporsinya naik pesat dibanding Pemilu 2019 yang hanya 32%.
Dari kelompoak responden yang mewajarkan politik uang, mayoritas atau 48,4% mengaku akan menerima uang tersebut, tetapi memilih calon sesuai hati nurani.
Kemudian 35,1% akan menerima uang dan memilih calon terkait, dan 7,3% akan menerima uang tapi memilih calon yang memberi uang lebih banyak dari calon lainnya.
Lalu ada 8% responden yang menganggap politik uang wajar tapi tidak akan menerima uangnya, dan 1,2% tidak tahu atau tidak jawab.
Survei pasca-pencoblosan Indikator ini melibatkan 2.975 responden yang dipilih menggunakan metode stratified two stage random sampling dari 3.000 tempat pemungutan suara (TPS) di setiap daerah pemilihan.
Survei dilakukan pada 14 Februari 2024 melalui wawancara tatap muka, dengan toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 1,8% dan tingkat kepercayaan 95%.
(Baca juga: Praktik Politik Uang Jadi Hal yang Paling Dikhawatirkan Publik saat Pemilu)