- Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi seseorang;
- Transaksi yang diduga bertujuan menghindari pelaporan ke pihak berwenang;
- Transaksi dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
- Transaksi yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
(Baca: Ini Daftar Bisnis yang Rawan Terlibat Pencucian Uang di Indonesia)
Transaksi mencurigakan yang memenuhi kriteria di atas harus dilaporkan oleh lembaga penyedia jasa keuangan kepada PPATK.
Lembaga yang wajib lapor itu mencakup bank dan non-bank, seperti perusahaan pembiayaan, perusahaan/pialang asuransi, lembaga pengelola dana pensiun, perusahaan efek, manajer investasi, pedagang valuta asing, koperasi, pergadaian, pengelola e-money, dan sebagainya.
Lembaga penyedia barang/jasa yang menemukan transaksi mencurigakan juga wajib melapor ke PPATK, seperti perusahaan/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang perhiasan, pedagang barang seni/barang antik, dan balai lelang.
Sepanjang Januari-Oktober 2023, transaksi mencurigakan paling banyak dilaporkan oleh perusahaan perdagangan berjangka komoditi, bank swasta, bank milik negara, pedagang valuta asing, dan perusahaan pengiriman uang.
Laporannya paling banyak diduga terkait tindak pidana penggelapan (36,6%), penipuan (18,1%), perjudian (12,9%), perpajakan (5,7%), dan korupsi (4,9%).
Adapun sekitar 97,3% laporan transaksi mencurigakan periode Januari-Oktober 2023 berasal dari DKI Jakarta.
(Baca: Ini Bank dengan Komitmen Pencegahan Korupsi Terbaik di Indonesia)