Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan sepanjang Januari-Juli 2023 mencapai 76.376 laporan. Jumlah ini meroket 50,04% dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang mencapai 50.904 laporan.
Sementara bila dikalkulasikan secara bulanan (month-to-month/mom) naik 15,20% dari sebelumnya yang sebesar 11.495 laporan pada Juni 2023.
Laporan paling banyak masuk pada Februari 2023 yang mencapai 14.707 laporan. Lalu disusul Juli 2023 yang mencapai 13.242 laporan.
Sementara laporan transaksi mencurigakan paling rendah tahun ini terjadi pada Januari yang mencapai 6.162 laporan dan April sebesar 7.511 laporan.
Berdasarkan kelompok pelapor, lembaga non-bank menjadi pelapor terbanyak dengan jumlah 8.261 laporan pada Juli 2023 saja. Disusul oleh perusahaan bidang perdagagan berjangka komoditi sebanyak 6.635 laporan dan bank umum sebanyak 4.948 laporan pada Juli 2023.
Transaksi mencurigakan jelang Pemilu 2024
Melansir Kaltim Today, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa transaksi keuangan mencurigakan kerap meroket menjelang pemilihan umum (pemilu).
Pada Pemilu 2019, laporan transaksi keuangan mencurigakan tertinggi terjadi di DKI Jakarta, dengan jumlah transaksi mencapai lebih dari Rp540 triliun, diikuti oleh Jawa Timur sebesar Rp367 triliun. Secara keseluruhan, total nilai transaksi mencurigakan di 34 provinsi tembus Rp1.147 triliun.
"Ketika masa kampanye tiba, transaksi mulai ramai dengan aliran dana yang signifikan. Puncak transaksi terjadi pada masa minggu tenang," kata Ivan dalam forum diskusi Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang diwartakan pada Jumat (11/8/2023) lalu.
Modus politik uang teridentifikasi dari lonjakan permintaan pertukaran uang pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu selama periode masa tenang atau tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Ini terlihat dari rekening khusus dana kampanye (RKDK) para kontestan pemilu.
Ivan juga membeberkan, modus politik uang secara gamblang terlihat dari penyaluran dana operasional pemilu melalui rekening pribadi penyelenggara atau pengawas pemilu. Selain itu, adanya sumbangan dana kampanye yang berasal dari badan usaha daerah dan pelaku bisnis yang memiliki indikasi terlibat dalam pencucian uang.
(Baca juga: Transaksi Mencurigakan Meningkat pada 2022, Tembus Rekor Baru)