Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pemerintah dan legislatif merupakan profesi yang paling rawan terlibat pencucian uang di Indonesia.
Hal ini tercatat dalam laporan Indonesia National Risk Assessment on Money Laundering 2021 yang dirilis PPATK bulan lalu (25/1/2023).
Pencucian uang (money laundering) adalah upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil tindak pidana melalui berbagai bentuk transaksi keuangan, hingga seolah-olah tampak seperti harta kekayaan yang sah.
PPATK mengukur indeks risiko pencucian uang ini menggunakan metode riset kuantitatif dan kualitatif.
Riset kuantitatifnya meliputi analisis data statistik pelaporan transaksi keuangan mencurigakan, laporan intelijen keuangan, hasil penyidikan, penuntutan, putusan pengadilan, serta pertukaran informasi terkait pencucian uang dengan negara lain.
Kemudian riset kualitatif dilakukan melalui focus group discussion (FGD) dan penilaian independen dari tim ahli dengan beragam latar belakang, seperti intelijen keuangan, penegak hukum, akademisi, dan pakar legislatif di bidang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.
Dari hasil riset tersebut, PPATK menyusun indeks dengan skor berskala 3 sampai 9, dengan interpretasi sebagai berikut:
- Skor 7,01 sampai 9 (risiko tinggi): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya signifikan, perlu perhatian mendesak.
- Skor 5 sampai 7 (risiko menengah): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya signifikan, perlu pemantauan berkelanjutan.
- Skor 3 sampai 4,99 (risiko rendah): Terkait dengan pencucian uang yang nilainya rendah, perlu pemantauan secukupnya.
PPATK lantas menemukan ada dua kelompok profesi yang berisiko tinggi terlibat pencucian uang pada 2021, yakni pemerintah dan legislatif, serta karyawan badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD).
Kemudian ada enam kelompok profesi yang risikonya menengah, yakni pengusaha, karyawan swasta, pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI atau Polri, serta karyawan bank dengan rincian skor seperti terlihat pada grafik.
Bukan hanya yang disebut di atas, ada pula profesi lain yang rawan terlibat, seperti manajemen partai politik, lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan atau badan hukum lainnya, guru, dosen, serta tokoh agama. Namun, secara umum risikonya masuk kategori rendah.
Adapun jenis tindak pidana yang berisiko tinggi terkait pencucian uang di Indonesia adalah korupsi dan narkotika. Kemudian yang risikonya menengah adalah tindak pidana di bidang perpajakan, perbankan, kehutanan, penipuan, serta lingkungan hidup.
(Baca: Ini Daftar Bisnis yang Rawan Terlibat Pencucian Uang di Indonesia)