Sumber Polusi Udara Jakarta, dari Asap Knalpot sampai Garam Laut

Layanan konsumen & Kesehatan
1
Cindy Mutia Annur 15/08/2023 17:30 WIB
Kontribusi Sumber Polusi PM 2.5 di Jakarta saat Musim Kemarau (2019)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Menurut laporan riset Vital Strategies dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bertajuk Sumber Utama Polusi Udara di DKI Jakarta, polusi udara Jakarta banyak berasal dari sektor transportasi.

"Asap knalpot kendaraan, pembakaran batu bara, pembakaran terbuka, konstruksi, debu jalan, dan partikel tanah yang tersuspensi menjadi sumber utama pencemaran udara di Jakarta,” kata tim Vital Strategies dalam laporannya.

(Baca: Bisa Picu Penyakit, Ini Daftar Polutan yang Mencemari Udara Jakarta)

Vital Strategies dan ITB memantau polusi udara Jakarta saat musim kemarau periode Juli–September 2019. Pemantauan dilakukan dengan mengumpulkan partikel pencemar udara PM 2.5 di tiga lokasi, yakni kawasan Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Kebon Jeruk, dan Lubang Buaya.

Lokasi-lokasi tersebut dipilih menjadi titik pemantauan berdasarkan fitur penggunaan lahan, cuaca, dan pertimbangan lain untuk menangkap potensi variasi sumber polusi udara.

Hasilnya, tim Vital Strategies menemukan bahwa asap knalpot kendaraan menjadi sumber polusi PM 2.5 yang dominan di tiga wilayah tersebut.

Kontribusi asap knalpot kendaraan tercatat paling besar di wilayah Kebon Jeruk yang mencapai 57%. Posisinya diikuti oleh Lubang Buaya (proporsi 43%) dan GBK (42%).

"Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar menyumbang 32%–57% terhadap tingkat PM2.5, meskipun belum dapat ditentukan proporsi dari kendaraan di jalan raya dan dari emisi off-road seperti kendaraan logistik,” tim Vital Strategies dalam laporannya.

Polusi udara Jakarta juga berasal dari sumber non-kendaraan, yaitu hasil pembakaran batu bara, pembakaran di ruang terbuka, kegiatan konstruksi (non-pembakaran), debu jalan, dan sumber alam seperti tanah dan garam laut yang terbawa angin.

Kontribusi sumber polusi non-kendaraan paling besar berada di wilayah Lubang Buaya (46%), disusul oleh Kebon Jeruk (42%), dan GBK (34%).

Sementara, aerosol sekunder menempati urutan ketiga sumber polusi udara Jakarta. Laporan itu menyebut bahwa sumber ini terbentuk ketika polutan gas awal seperti sulfur oksida dan nitrogen oksida mengalami reaksi kimia di atmosfer.

Kontribusi aerosol sekunder merupakan yang paling kecil di antara sumber polusi udara lainnya di Jakarta. Di sisi lain, ada pula sumber polusi udara yang tidak terdeteksi dalam laporan tersebut.

Mereka juga menemukan, polusi udara Jakarta secara signifikan lebih buruk saat musim kemarau dibanding musim penghujan.

Menurut laporan tersebut, rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 (partikel pencemar udara) di Jakarta lebih tinggi empat sampai lima kali dibandingkan standar Pedoman Kualitas Udara WHO.

Tim Vital Strategies pun merekomendasikan sejumlah hal dari hasil studinya untuk meningkatkan kualitas udara Jakarta. Di antaranya dengan membatasi emisi asap kendaraan, menerapkan larangan pembakaran terbuka, mengurangi pembakaran batu bara, serta mengendalikan debu konstruksi.

(Baca: Polusi Udara Jakarta Makin Buruk saat Musim Kemarau)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua