Indonesia Dapat Pembiayaan JETP Rp300 Triliun, Dari Mana Duitnya?

Ekonomi & Makro
1
Adi Ahdiat 08/08/2023 19:48 WIB
Komitmen Pembiayaan JETP untuk Indonesia Berdasarkan Sumber Dana (2022)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah mekanisme kerja sama pembiayaan untuk mendorong transisi energi di negara berkembang.

Pembiayaan JETP diberikan oleh negara maju dan organisasi internasional, supaya negara berkembang bisa mempercepat peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan.

Pada 2022, Indonesia meraih komitmen pembiayaan JETP dengan nilai total US$20 miliar atau sekitar Rp300 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per US$).

Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI), komitmen JETP untuk Indonesia berasal dari dua sumber dana, yakni International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

IPG adalah organisasi yang berisi pemerintah negara-negara maju, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Kanada, Jerman, Prancis, Italia, Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa. Kelompok ini berkomitmen memberikan US$10 miliar.

Kemudian US$10 miliar sisanya berasal dari GFANZ, organisasi yang beranggotakan lembaga keuangan internasional, yakni HSBC, Citibank, Standard Chartered, Bank of America, Deutsche Bank, MUFG, dan Macquarie.

(Baca: 10 Negara dengan Transisi Energi Terbaik di Dunia, Swedia Juara)

Menurut AJI, pembiayaan JETP akan diberikan secara bertahap, dalam jangka waktu 3-5 tahun setelah kemitraan disepakati.

Namun, pembiayaan JETP ini tidak sepenuhnya "cuma-cuma". Ada sebagian pembiayaan yang berupa hibah, dan sebagian lainnya berupa pinjaman dengan bunga dan persyaratan tertentu.

AJI pun menyatakan, sampai pertengahan 2023 belum ada kejelasan tentang status pembiayaan JETP untuk Indonesia.

"Sebagai model pendanaan baru, mekanismenya (JETP) masih belum jelas," kata AJI dalam laporan Kertas Posisi Transparansi Informasi untuk JETP yang Berkeadilan, Juli 2023.

"Ketidakjelasan itu meliputi berapa besar dana dalam bentuk hibah, berapa porsi utang, serta apa saja yang dapat didanai. Jika proses ini tidak transparan dan tidak cukup melibatkan orang-orang yang terdampak langsung, maka dikhawatirkan akan menjadi sumber masalah baru," kata AJI.

(Baca: Transisi Energi Indonesia Kalah dari Malaysia, Vietnam, dan Thailand)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua