Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia memproduksi tembakau sebanyak 225,7 ribu ton, turun 8% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Pada 2022 hanya ada 14 provinsi yang tercatat memproduksi tembakau. Adapun provinsi penghasil tembakau paling besar adalah Jawa Timur, dengan produksi mencapai 100,6 ribu ton atau sekitar 45% dari total produksi nasional.
Di bawahnya ada Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah, dengan rincian volume produksi seperti terlihat pada grafik di atas.
(Baca: Pendapatan Negara dari Cukai Rokok Naik Terus sejak 2011)
Adapun saat ini para petani tembakau tengah "terancam". Pasalnya, ada wacana kebijakan yang menyetarakan produk hasil tembakau dengan narkotika.
Wacana itu tertuang dalam Pasal 154 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang berbunyi:
(1) Produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua bahan atau produk yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat.
(3) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
- narkotika;
- psikotropika;
- minuman beralkohol;
- hasil tembakau; dan
- hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Pasal itu pun dikritik oleh sejumlah pihak, salah satunya Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Mahbub Ma'afi.
Kiai Mahbub menilai, Pasal 154 RUU Kesehatan tersebut berpotensi mengancam perekonomian petani tembakau.
"RUU (Kesehatan) ini kontroversial karena ada satu bagian yang secara eksplisit menyamakan produk olahan tembakau dengan zat adiktif lainnya, seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol," kata Kiai Mahbub, disiarkan situs resmi PBNU, Senin (8/5/2023).
"Jadi, kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai penanam narkotika atau mariyuana,” lanjutnya.
Pandangan serupa disampaikan Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU, Nur Kholis, yang juga merupakan mantan ketua Komnas HAM.
"Masyarakat yang sangat bergantung dengan industri tembakau berjumlah 6 juta jiwa. Di mana letak penyelesaian masalahnya, jika pekerjaan dan ladang kehidupan 6 juta jiwa ini terancam karena undang-undang ini?" kata Nur Kholis.
(Baca: 10 Negara dengan Kebijakan Cukai Rokok Terbaik)