Menurut laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), sepanjang 2022 konsumsi minyak sawit dalam negeri mencapai 20,9 juta ton.
Volume konsumsi tersebut naik sekitar 13% dibanding 2021 (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak 2018.
Peningkatan konsumsi paling signifikan adalah untuk biodiesel, yakni bahan bakar cair dari unsur organik yang memiliki emisi karbon hasil pembakaran lebih rendah ketimbang bahan bakar minyak (BBM) fosil.
Pada 2021 volume minyak sawit yang dipakai untuk produksi biodiesel masih 7,34 juta ton. Lantas pada 2022 jumlahnya naik 20,4% (yoy) menjadi 8,8 juta ton.
Konsumsi minyak sawit untuk biodiesel juga konsisten meningkat tiap tahun selama 2018-2022, seperti terlihat pada grafik.
Adapun pada 2022 konsumsi minyak sawit untuk industri pangan naik sekitar 11% (yoy) dan untuk industri oleokimia hanya naik 2,8% (yoy).
Kendati konsumsi dalam negeri bertambah, ekspor minyak sawit Indonesia pada 2022 berkurang 8,5% (yoy) menjadi 30,8 juta ton. Ini merupakan level terendah sejak 2018.
Menurut Gapki, penurunan ekspor dipengaruhi banyak faktor, mulai dari cuaca ekstrem, perang Rusia-Ukraina, lonjakan harga minyak nabati di pasar global, kenaikan harga pupuk, kebijakan pelarangan ekspor, sampai rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia," kata Gapki dalam siaran persnya, Rabu (25/1/2023).
"Kondisi yang mempengaruhi industri sawit sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja sawit tahun 2023. Produksi diperkirakan masih belum akan meningkat, sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban B35 mulai 1 Februari 2023," lanjutnya.
(Baca: Meski Ekspor Turun, Konsumsi Minyak Sawit Dalam Negeri Naik pada 2022)