Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Oktober 2022 mengalami defisit Rp169,5 triliun. Angka itu setara dengan 0,91% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Ini merupakan pertama kalinya APBN Indonesia mengalami defisit di tahun ini, setelah surplus berturut-turut sepanjang Januari-September 2022.
Kendati demikian, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit tersebut masih jauh lebih rendah dari yang ditargetkan dalam APBN 2022.
"Dibandingkan dengan Perpres 98 yang merupakan landasan APBN kita, defisit total sebetulnya adalah Rp840 triliun atau 4,5% dari PDB. Jadi sampai dengan Oktober, defisit Rp169,5 triliun masih jauh lebih rendah dari Perpres 98," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN, Kamis (24/11/2022).
Defisit anggaran itu terjadi karena realisasi pendapatan negara lebih rendah ketimbang belanja negara. Pada Oktober 2022 pendapatan negara tumbuh 44,5% (year-on-year/yoy) menjadi Rp2.181,6 triliun, lebih kecil dibanding belanja negara yang tumbuh 14,2% (yoy) menjadi Rp2.351,1 triliun.
Jika dirinci lagi, pendapatan negara dari penerimaan pajak mencapai Rp1.448,2 triliun atau tumbuh 51,8% (yoy), kepabeanan dan cukai Rp256,3 triliun atau tumbuh 24,6% (yoy), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tembus Rp476,5 triliun atau tumbuh 36,4% (yoy).
Sedangkan belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.671,9 triliun atau tumbuh 18% (yoy), belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp754,1 triliun atau terkontraksi 9,5% (yoy), belanja non-K/L Rp917,7 triliun atau tumbuh 57,4% (yoy), dan transfer ke daerah (TKD) Rp679,2 triliun atau tumbuh 5,7% (yoy).
Keseimbangan primer per Oktober 2022 tercatat sebesar Rp146,4 triliun atau turun 154,95% (yoy). Sedangkan realisasi pembiayaan anggaran Rp439,9 triliun atau turun 27,7 persen (yoy), serta terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) mencapai Rp270,4 triliun.
(Baca: APBN RI Kembali Kantongi Surplus 9 Bulan Beruntun hingga September 2022)