Menurut laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sejak awal tahun sampai 18 Oktober 2022 ada 192 anak di Indonesia yang menderita penyakit ginjal akut dengan penyebab belum diketahui.
Belakangan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan penyakit itu terkait dengan kandungan bahan kimia di produk obat-obatan jenis sirop.
"Kemenkes sudah meneliti bahwa pasien balita yang terkena AKI (Accute Kidney Injury) terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin melalui pesan singkatnya yang diterima redaksi Katadata, Kamis (20/10/2022).
Bahan kimia berbahaya yang dimaksud adalah etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol buthyl ether.
"Sambil menunggu otoritas obat atau BPOM memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirop. Mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an per bulan dengan kematian atau fatality rate mendekati 50%," lanjutnya.
Bukan Kasus Baru
Kasus penyakit ginjal akut terkait etilen glikol dan dietilen glikol sudah ditemukan sejak lama di berbagai negara.
Menurut laporan penelitian Katherine L. O'Brien dkk., Epidemic of Pediatric Deaths From Acute Renal Failure Caused by Diethylene Glycol Poisoning (1998), kasus serupa pernah terjadi di Haiti pada tahun 1998.
"Kami mengidentifikasi 109 kasus gagal ginjal akut pada anak-anak. Gejala klinisnya meliputi gagal ginjal, hepatitis, pankreatitis, gangguan sistem saraf pusat, koma, dan kematian," kata O'Brien.
"Sirop asetaminofen produksi lokal (Haiti) sangat terkait dengan penyakit ini. Dietilen glikol ditemukan dalam botol sirop yang dikonsumsi pasien dengan konsentrasi rata-rata 14,4%," lanjutnya.
Fenomena serupa pernah terjadi di Panama. Menurut laporan penelitian Laura Conklin dkk., Long-term Renal and Neurologic Outcomes Among Survivors of Diethylene Glycol Poisoning (2014), pada tahun 2006 ada 32 orang yang menderita keracunan dietilen glikol.
"Dietilen glikol dapat menjadi nefrotoksik (racun bagi ginjal) dan neurotoksik (racun bagi saraf). Keracunan ditandai dengan cedera ginjal akut, gangguan neurologis, dan kematian," kata Conklin.
Ia bahkan menyatakan kasus keracunan dietilen glikol sudah ditemukan sejak lebih dari 50 tahun lalu, jauh sebelum kasus serupa merebak di Indonesia.
"Sekurang-kurangnya 13 kasus keracunan massal terkait obat dietilen glikol telah terjadi sejak 1937," ungkapnya.
Data kasus gangguan ginjal akut terkait etilen glikol dan dietilen glikol yang tercatat di atas baru sebagian kecil saja, karena laporan penelitiannya tersebar di banyak tempat dan mayoritas bersifat lokal.
(Baca: IDAI Temukan 192 Kasus Gangguan Ginjal Akut Misterius, Terbanyak di Jakarta)