Harga energi yang melambung akibat invasi Rusia ke Ukraina telah memberi dampak ke seluruh dunia, tidak terkecuali dengan Indonesia. Dengan naiknya harga minyak membuat anggaran subsidi melambung.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, semenjak menyampaikan tambahan subsidi dan kompensasi untuk bahan bakar minyak (BBM) dan listrik kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), harga minyak mentah dan Indonesia Crude Price (ICP) tidak kunjung turun. Justru menunjukkan tren yang semakin meningkat.
“Jadi waktu kita membuat Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang sudah dibahas dengan DPR RI dengan harga minyak US$ 100 pe barel, jelas bahwa menurut forecast dari konsensus maupun dari energi organization itu US$ 100 per barel, nilai itu lebih rendah dari kemungkinan realiasi,” kata Sri Mulyani pada konfenrensi pers tindak lanjut hasil rapat koodinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM seperti dilansir di situs Kemenkeu.go.id, Jumat (26/8).
“Hari ini pun kita juga lihat harga minyak juga masih di atas US$100 per barel,” tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022, pemerintah mengalokasikan dana Rp152,5 triliun untuk subsidi dan pembayaran. Nilai ini melonjak menjadi Rp502 triliun berdasarkan Perpres 98/2022.
Bila harga harga BBM bersubsidi dan harga listrik tidak dinaikkan, pemerintah memperkirakan anggaran subsidi akan membengkak menjadi Rp698 triliun. Artinya, uang sebesar itu akan terbakar sia-sia untuk menjaga harga BBM tidak naik.
(Baca: Ini Harga Keekonomian Pertalite, Solar, dan LPG 3Kg)
Selama ini pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi untuk menjaga daya beli masyarakat serta menjadi momentum pertumbuhan ekonomi pasca dilanda pandemi Covid-19. Namun, jika harga BBM naik, akan menimbulkan efek berantai naiknya harga-harga barang yang dapat memicu inflasi tinggi.
(Baca: Pemerintah Patok Belanja Subsidi 2023 Sebesar Rp297,2 Triliun, Ini Rinciannya)