Hukum yang menjamin kesetaraan gender di Indonesia belum cukup kuat sehingga menempati peringkat ke-7 dari 10 negara di Asia Tenggara.
Peniliaian ini disampaikan Bank Dunia dalam laporan Women, Business, and the Law 2022.
Bank Dunia menilai kemampuan negara-negara dalam menjamin kesetaraan hak laki-laki dan perempuan melalui aturan hukum.
Penilaian dibuat berdasarkan ada atau tidaknya aturan hukum di tiap negara yang menjamin kebebasan mobilitas perempuan, perlindungan dalam bekerja, kesetaraan upah, kesetaraan dalam perkawinan, pengasuhan anak, kepemilikan aset, kesempatan berbisnis, hingga tunjangan pensiun.
Bank Dunia kemudian memberi skor 0-100 untuk tiap negara. Skor '0' diartikan sebagai tidak adanya jaminan, sedangkan skor '100' berarti negara tersebut telah memberi jaminan penuh.
Dengan sistem penilaian tersebut, Indonesia mendapat skor kumulatif 64,4 dari 100. Adapun rincian penilaiannya adalah sebagai berikut:
1. Jaminan Mobilitas: Skor 100
Secara hukum, perempuan di Indonesia bebas memilih tempat tinggal dan bepergian secara mandiri. Hal ini berbeda dengan situasi di Malaysia dan Brunei Darussalam, yang menurut Bank Dunia hukum negaranya masih menerapkan pembatasan terhadap mobilitas perempuan.
2. Kesempatan Usaha: Skor 75
Indonesia sudah menjamin kesempatan berusaha yang cukup setara bagi laki-laki dan perempuan. Namun, Bank Dunia menilai Indonesia belum punya hukum yang melarang diskriminasi perempuan dalam hal pemberian kredit usaha.
3. Kesetaraan Upah: Skor 75
Kesetaraan upah laki-laki dan perempuan di Indonesia dinilai sudah cukup baik. Hal yang menjadi kekurangan menurut Bank Dunia, Indonesia belum punya hukum yang mengamanatkan kesetaraan remunerasi untuk bidang-bidang kerja yang memiliki nilai sama (equal value).
Misalnya, belum ada kesetaraan antara remunerasi sopir (yang umumnya laki-laki) dengan asisten rumah tangga (yang umumnya perempuan).
4. Tunjangan Pensiun: Skor 75
Indonesia sudah menerapkan kebijakan pensiun yang sama untuk semua jenis kelamin. Tapi, Bank Dunia menilai besaran uang pensiunnya belum memperhitungkan masa cuti hamil atau cuti terkait pengasuhan anak yang umumnya dibutuhkan kelompok perempuan.
5. Kepemilikan Aset: Skor 60
Kesempatan laki-laki dan perempuan dalam memiliki aset dan properti di Indonesia sudah setara. Namun, Bank Dunia menilai masih ada kesenjangan hak dalam hal pembagian warisan dari orang tua.
6. Perlindungan Kerja: Skor 50
Indonesia sudah memiliki hukum yang melarang diskriminasi dan menjamin persamaan kesempatan kerja bagi semua jenis kelamin. Namun, belum ada hukum yang secara spesifik mengatur perlindungan perempuan dari pelecehan seksual di tempat kerja.
7. Kesetaraan dalam Perkawinan: Skor 40
Tidak ada hukum Indonesia yang mewajibkan istri tunduk pada suami. Namun, Indonesia mendapat skor rendah di indikator ini karena masih ada pembedaan proses gugatan cerai bagi laki-laki dan perempuan.
8. Pengasuhan Anak: Skor 40
Indonesia mendapat skor rendah dalam indikator ini karena hukumnya belum mengatur cuti khusus pengasuhan anak yang umumnya dibutuhkan kalangan ibu, dan bayaran cuti hamil belum ditanggung 100% oleh pemerintah.
Bank Dunia juga menyoroti aturan cuti hamil di Indonesia yang hanya 90 hari, lebih rendah dari Vietnam dan Laos yang mampu memberi cuti hamil di atas 100 hari.
(Baca Juga: Perempuan Menikah Alami Kesenjangan Upah Paling Tinggi)