Kementerian Perindustrian melaporkan, nilai ekspor industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional mencapai US$ 635 juta pada 2020. Nilai tersebut naik 4,27% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 609 juta.
Secara tren, nilai ekspor industri farmasi mengalami tren yang fluktuatif. Nilai ekspor tertinggi terjadi pada pada 2016, sebesar US$ 644 juta, sedangkan ekspor farmasi yang terendah terjadi pada 2018 sebesar US$ 603 juta. Lima negara terbesar tujuan ekspor industri farmasi Indonesia, yaitu Singapura, Jepang, Filipina, India dan Thailand, dengan kontribusi ekspor dari kelima negara tersebut mencapai 58% terhadap nilai ekspor industri farmasi Indonesia ke seluruh dunia.
Sementara itu, nilai impor industri farmasi Pada 2020 tercatat sebesar US$ 1,68 miliar. Nilai tersebut juga naik 20,45% dari tahun sebelumnya sebesar US$ 1,39 miliar.
Perkembangan nilai impor industri farmasi mengalami peningkatan sejak 2016. Nilai impor industri farmasi tertinggi terjadi pada tahun 2020, sedangkan impor farmasi yang terendah terjadi pada 2016, yaitu sebesar US$ 1,28 miliar. Impor industri farmasi Indonesia terbesar berasal dari Tiongkok, Amerika Serikat, Jerman, India, dan Perancis.
Adapun, nilai impor industri farmasi Indonesia lebih tinggi dari ekspornya, sehingga neraca perdagangan industri farmasi mengalami defisit sebesar US$ 1,05 miliar pada 2020. Defisit ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 789 juta.
Defisit industri farmasi terbesar terjadi dengan Tiongkok mencapai US$ 416,9 juta pada tahun 2020. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan farmasi Indonesia termasuk bahan bakunya sebagian besar masih berasal dari luar negeri (impor).
(Baca: Johnson & Johnson, Perusahaan Farmasi dengan Kapitalisasi Pasar Terbesar Saat Ini)