Penggunaan energi bersih dan pengurangan energi fosil akan menjadi bahasan pokok dalam KTT G20 di Bali pada 2022. Nyatanya, negara anggota G20 masih menyalurkan miliaran dolar Amerika Serikat (AS) untuk pendanaan energi bahan bakar fosil.
Negara G20 secara total memiliki komitmen pendanaan bahan bakar fosil sebesar US$ 325,56 miliar pada periode Januari 2020 hingga 1 Desember 2021. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 274,39 miliar untuk pendanaan bahan bakar fosil tidak bersyarat dan US$ 51,16 miliar untuk fosil bersyarat.
Amerika Serikat memiliki komitmen pendanaan energi bahan bakar fosil terbesar senilai US$ 72,35 miliar. Pendanaan energi fosil tersebut semuanya merupakan bahan bakar fosil tidak bersyarat.
India menempati posisi kedua dengan komitmen pendanaan bahan bakar fosil sebesar US$ 44,31 miliar. Rinciannya sebanyak US$ 37,89 miliar untuk pendanaan bahan bakar fosil tidak bersyarat dan US$ 6,42 miliar untuk fosil bersyarat.
Indonesia menjadi salah satu anggota G20 yang memiliki komitmen pendanaan bahan bakar fosil yang rendah. Komitmen pendanaan bahan bakar fosil Indonesia sebesar US$ 6,54 miliar yang semuanya merupakan fosil tidak bersyarat.
Pendanaan bahan bakar fosil tidak bersyarat merupakan pendanaan yang mendukung produksi dan konsumsi bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, batu bara, listrik berbasis bahan bakar fosil tanpa target iklim atau persyaratan pengurangan polusi tambahan.
Sementara, pendanaan bahan bakar fosil bersyarat merupakan pendanaan yang mendukung produksi dan konsumsi bahan bakar fosil dengan target iklim atau persyaratan pengurangan polusi tambahan serta pengurangan kerusakan lingkungan. Misalnya, pemerintah Perancis memberi bailout atau dana talangan kepada Air France dengan syarat mengurangi emisi maskapai.
(Baca: Termasuk Indonesia, Ini Daftar Negara dengan Konsumsi Batu Bara Terbesar di G20)