Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur mencapai Rp 70,26 triliun pada 2020, turun 4,06% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 73,23 triliun. Tanpa memperhitungkan sektor minyak dan gas (migas), maka PDRB Bojonegoro hanya mencapai Rp 39,98 triliun.
Kontribusi perekonomian Bojonegoro terbesar berasal dari sektor pertambangan, yakni mencapai Rp 30,51 triliun atau 43,42% dari total PDRB. Setelahnya ada sektor pertanian dengan sumbangan sebesar Rp 9,96 triliun atau 14,18%.
Kemudian, PRDB yang berasal dari sektor perdagangan besar dan eceran mencapai Rp 6,34 triliun atau 9,02%. Dari sektor konstruksi, kontribusi PDRB mencapai Rp 5,45 triliun atau 7,76%.
Adapun, PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) di Bojonegoro sebesar Rp 69,7 triliun pada 2020, terkontraksi 0,4% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 69,99 triliun. Tanpa menghitung sektor migas, PDRB ADHK Bojonegoro pada 2020 sebesar Rp 28 triliun atau turun 1,09% dibandingkan tahun sebelumnya.
PDRB ADHK Bojonegoro sempat mengalami pertumbuhan hingga 17,42% menjadi Rp 46,89 triliun pada 2015. Hal tersebut seiring dengan tumbuhnya PDRB sektor pertambangan hingga 31,3% menjadi Rp 24,02 triliun.
Perekonomian Bojonegoro bahkan tumbuh 21,95% pada tahun berikutnya. Kondisi itu seiring tumbuhnya sektor pertambangan sebesar 37,6% pada 2016.
Bojonegoro terkenal dengan ladang minyak Banyu Urip di Blok Cepu yang memproduksi 210 ribu barel per hari (bpd). Jumlah itu setara dengan 30% dari produksi minyak secara nasional.
Selain itu, Bojonegoro memiliki ladang gas bumi Jambaran Tiung Biru yang diperkirakan memiliki kapasitas produksi 192 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Proyek tersebut ditargetkan beroperasi pada akhir 2021.
(Baca: 10 Kabupaten/Kota Peneriman Dana Bagi Hasil Minyak Bumi Terbesar pada 2020)