Neraca perdagangan minyak dan gas (migas) Indonesia mengalami defisit sejak 2012. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor migas mencapai US$ 42,56 miliar sementara nilai ekspor migas hanya US$ 36,98 miliar, sehingga neraca perdagangan migas terjadi defisit US$ 5,59 miliar.
Turunnya volume ekspor minyak mentah dan hasil minyak yang lebih cepat dibanding volume impor membuat defisit volume perdagangan minyak semakin melebar. Imbasnya, defisit neraca perdagangan minyak semakin membesar. Namun, masih tingginya volume ekspor gas membuat neraca perdagangan migas tidak mengalami defisit lebih dalam.
Lifting minyak yang mengalami tren penurunan yang diimbangi dengan meningkatnya permintaan bahan bakar minyak (BBM) domestik membuat neraca perdagangan migas Indonesia selalu defisit sejak 2012 hingga 2018. Defisit neraca perdagangan migas mencapai puncak tertingginya sebesar US$ 13,44 miliar pada 2014 seiring melonjaknya harga minyak hingga di atas US$ 100/barel. Namun, pada 2015 defisit perdagangan migas menyusut setelah Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM bersubsidi di awal pemerintahannya karena dianggap tidak tepat sasaran.