PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN sepanjang semester I 2018 mencatat rugi bersih Rp 5,35 triliun dibanding semester I tahun sebelumnya membukukan laba bersih Rp 2,03 triliun. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan, kerugian perusahaan listrik milik negara tersebut dipicu oleh melonjaknya kerugian selisih kurs pada paruh pertama tahun ini sebesar Rp 11,58 triliun dibanding paruh pertama tahun lalu hanya Rp 222,45 miliar.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, nilai tukar rupiah dipatok Rp 13.400/dolar Amerika Serikat (AS). Namun, pada akhir Juni tahun ini nilai tukar rupiah melemah Rp 1.004 atau 7,49% menjadi Rp 14.404/dolar AS. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah di tengah kenaikan harga minyak dunia membuat kerugian selisih kurs PLN semester I tahun ini melonjak lebih dari 5.000% dari semester I tahun lalu.
Kerugian yang di alami Badan Usaha Milik Negara penyedia jasa listrik tersebut juga dipicu oleh tidak naiknya tarif daya listrik sejak pertengahan tahun lalu serta lebih besarnya pertumbuhan beban usaha dari pendapatan usaha. Pada semester pertama tahun ini beban usaha perusahaan meningkat sebesar 9,35% menjadi Rp 142,43 triliun pada semester pertama tahun ini. Sementara pendapatan usaha hanya naik 7,44% menjadi Rp 131,53 triliun. Sebelum pembayaran subsidi listrik dari pemerintah, kerugian PLN meningkat 39,28% menjadi Rp 10,89 triliun. Sebagai informasi, beban pajak perusahaan pada semester pertama tahun ini juga melonjak 135% menjadi Rp 7,19 triliun dari semester pertama tahun lalu.
(Baca Databoks: Berapa Pendapatan PLN dari Subsidi Listrik?)