Sejak beberapa bulan lalu Indonesia mengalami kelangkaan stok minyak goreng. Harganya di pasaran pun kian mahal.
Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), sampai 20 April 2022 rata-rata harga minyak goreng kemasan di pasar tradisional sekitar Rp26.000 per liter.
Sedangkan rata-rata harga minyak goreng curah sekitar Rp19.900 per liter, melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14.000 per liter.
Hal ini menimbulkan banyak polemik dan spekulasi terkait penyebab kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Mulai dari naiknya harga minyak nabati dunia, adanya peningkatan alokasi minyak sawit untuk produksi biodiesel, sampai dugaan adanya permainan mafia minyak goreng.
Produksi Minyak Sawit Terus Berkurang sejak Agustus 2021
Di luar polemik tersebut, produksi minyak sawit yang merupakan bahan baku minyak goreng juga terus menurun.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit dalam negeri pada Februari 2022 diperkirakan sebesar 3,8 juta ton, turun 9,3% dari bulan sebelumnya yang sebesar 4,2 juta ton.
Produksi minyak sawit Indonesia pada Februari 2022 terdiri dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 3,5 juta ton, ditambah minyak inti sawit (crude palm kernel oil/CPKO) 329 ribu ton. Produksi kedua jenis minyak sawit ini sama-sama turun di kisaran 9% dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan produksi pada Februari 2022 tercatat lebih dalam dibanding Januari 2022, yang penurunannya hanya 3% secara bulanan. Menurut GAPKI, penurunan ini terjadi karena faktor musim.
Jika ditarik mundur lagi, penurunan produksi juga sudah terjadi secara konsisten sejak bulan Agustus 2021, seperti terlihat pada grafik.
Di tengah produksi yang lesu ini, harga rata-rata CPO dunia pun mengalami kenaikan.
"Harga rata-rata CPO CIF Rotterdam pada Februari 2022 mencapai US$1.522 per ton, lebih tinggi dari harga bulan Januari sebesar US$1.358 per ton," jelas GAPKI dalam siaran persnya, Selasa (19/4/2022).
"BMKG memperkirakan cuaca sepanjang 2022 akan normal, tetapi situasi geopolitik menimbulkan berbagai ketidakpastian, sehingga meningkatkan upaya efisiensi dan produktivitas merupakan tindakan bijak yang harus dipertahankan," lanjut GAPKI.
(Baca Juga: Tiga Perusahaan Terlibat Korupsi Minyak Sawit, Berapa Produksinya?)