Thailand resmi mencabut ganja dari daftar zat terlarang dan mengizinkan warganya menanam ganja di rumah mulai Kamis (9/6/2022).
Hal ini menjadikan Thailand sebagai negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja.
"Ini adalah kesempatan bagi masyarakat dan negara untuk mendapatkan penghasilan dari ganja," tulis Menteri Kesehatan sekaligus Wakil Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul di Facebook, seperti dikutip dari ABC.net, Kamis (9/6/2022).
Menurut Yayasan Sativa Nusantara dalam laporan Mulai Melangkah dengan Meneliti Ganja (2021), nilai industri ganja medis di Thailand diperkirakan bisa mencapai US$660 juta atau sekitar Rp9,61 triliun pada 2024.
Jika menengok ke Amerika Serikat (AS), industri ganja bahkan bisa menyumbang penerimaan pajak negara hingga triliunan rupiah per tahun.
Berikut beberapa contoh negara bagian AS yang telah melegalkan ganja, beserta nilai penerimaan pajak ganjanya per tahun 2020/2021 (asumsi kurs Rp14.564,45 per US$):
- California: US$1 miliar atau sekitar Rp14,56 triliun
- Washington: US$559 juta atau sekitar Rp8,14 triliun
- Colorado: US$437 juta atau sekitar Rp6,36 triliun
- Illinois: US$317 juta atau sekitar Rp4,61 triliun
- Arizona: US$196 juta atau sekitar Rp2,85 triliun
- Oregon: US$172 juta atau sekitar Rp2,5 triliun
- Nevada: US$144 juta atau sekitar Rp2,09 triliun
- Massachusetts: US$64 juta atau sekitar Rp932 miliar
- Alaska: US$24 juta atau sekitar Rp349 miliar
Nilai penerimaan pajak ganja ini dihimpun Urban Institute dari laporan keuangan masing-masing negara bagian.
Menurut Urban Institute, secara umum ada 3 jenis pajak ganja yang diterapkan di AS, yakni pajak penjualan, pajak berat produk, serta pajak kadar potensi kandungan ganja yang mirip dengan pajak golongan minuman beralkohol.
Namun, setiap negara dapat menerapkan sistem dan tarif pajak berbeda-beda di wilayahnya, sehingga nilai penerimaannya bisa sangat bervariasi.
(Baca Juga: 10 Negara dengan Konsumsi Ganja Tertinggi di Dunia)