Laporan Rice Outlook April 2025 dari United States Department of Agriculture (USDA) menunjukkan, Indonesia diproyeksikan memproduksi 34,6 juta ton beras pada periode 2024/2025.
Volume tersebut naik 4,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Proyeksi bobot tersebut juga naik sebesar 600 ribu ton dari bulan sebelumnya.
USDA menyebut, kenaikan proyeksi ini berangkat dari perhitungan estimasi area panen yang lebih besar. Pada 11,4 juta hektar, area yang dipanen meningkat 200 ribu hektar dari perkiraan sebelumnya dan hampir 4% lebih besar dari tahun sebelumnya.
"Perluasan area ini didorong oleh curah hujan yang baik sejauh ini pada 2025. Panen tanaman musim utama, sekitar 45% dari total produksi, sedang berlangsung saat ini," tulis USDA dalam laporan yang dikutip pada Senin (19/5/2025).
USDA juga menjelaskan, panen tambahan diperkirakan akan terjadi pada Juli-Agustus dan November-Desember.
Di kawasan Asia Tenggara, proyeksi volume produksi beras Indonesia paling tinggi.
Vietnam menempati urutan kedua dengan produksi beras sebesar 26,5 juta ton, disusul oleh Thailand dengan 20,1 juta ton, Filipina 12 juta ton, Kamboja 7,33 juta ton, Laos 1,8 juta ton, dan Malaysia 1,75 juta ton.
Pertumbuhan proyeksi produksi Indonesia juga tergolong tinggi. Negara lain dengan proyeksi kenaikan produksi tertinggi ada Brasil (13,9% yoy), Venezuela (13,3%), Taiwan (12,4%), India (6,7%), dan Kamboja (5,4%).
Melansir Katadata, Brasil, Kamboja, China, Uni Eropa, India, Irak, Peru, Srilanka, dan Vietnam secara tahunan menyumbang sebagian besar peningkatan pada 2024/2025. Secara global, produksi beras global mencapai rekor tertinggi sebesar 535,8 juta ton. Ini juga sekaligus merupakan tahun kesembilan berturut-tururt dari rekor panen beras global.
Lonjakan produksi beras tahun ini berhasil membalikkan kondisi Indonesia yang sebelumnya sempat melakukan impor. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran dan tekanan pada Thailand yang merupakan eksportir unggulan di kawasan. Pada kuartal I 2025, volume ekspor Thailand merosot tajam hingga 30%.
Di sisi lain, pemerintah aktif menyerap gabah petani sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan. Upaya ini dilakukan guna memastikan hasil panen terserap secara optimal dan petani memperoleh pendapatan yang menguntungkan.
(Baca Katadata: Produksi Beras RI Bakal Melonjak, Masih Perlu Impor tapi Turun Signifikan)