Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga acuan nikel Indonesia sebesar US$15.049,23 per dry metric tonne (dmt) pada periode pertama Mei 2025.
Acuan itu turun 3,15% dari periode kedua April 2025 yang sebesar US$15.539,69 per dmt. Penurunan ini terjadi selama dua periode beruntun.
Bila dibandingkan dengan acuan tahun lalu (year-on-year/yoy), harga acuan awal Mei 2025 ini juga anjlok 13,86% dari periode penuh Mei 2024 yang sebesar US$17.472,38 dmt.
Harga acuan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI (Kepmen ESDM) Nomor 169.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu Bara Acuan untuk Periode Pertama bulan Mei tahun 2025, pada 29 April 2025.
Harga nikel melesu
Diberitakan Katadata, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM akan mengkaji dampak implementasi kenaikan royalti mineral yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2025. Sebab, industri pertambangan tercatat terkontraksi pada kuartal pertama tahun ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan pelemahan kinerja industri pertambangan disebabkan oleh penurunan permintaan dan harga nikel di pasar global.
Badan Pusat Statistik mendata industri pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh negatif 1,23% secara tahunan pada Januari-Maret 2025.
"Penurunan disebabkan menurunnya permintaan nikel global dan harganya juga turun di pasar ekspor. Ya, sudah, mau bagaimana lagi?" kata Tri di Gedung DPR, Selasa (6/5/2025).
Tri menjelaskan Indonesia memasok 65% kebutuhan nikel global. Adapun 65% dari total ekspor Indonesia atau 42,25% pasokan nikel global berbentuk baja nirkarat ke China.
Dia menyampaikan pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tersebut membuat permintaan baja nirkarat lokal menurun. Kondisi itu membuat pasokan nikel di dalam negeri melimpah yang akhirnya mendorong pelemahan harga global.
(Baca Katadata: Harga Nikel Lesu, Pemerintah Kaji Dampak Aturan Kenaikan Royalti Tambang)