Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat 15 jenis tanaman biofarmaka yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Jahe menjadi komoditi dengan produksi tanaman biofarmaka terbesar pada 2020 dengan produksi mencapai 1.003 ton atau sekitar 37,01% dari total produksi tanaman biofarmaka di NTT.
Produsen terbesar untuk komoditi jahe adalah Kabupaten Manggarai Barat dengan total produksi mencapai 381 ton. Jumlah ini setara dengan 38,06% dari total produksi jahe di NTT.
Selain Jahe, NTT juga banyak memproduksi tanaman kunyit dengan jumlah produksi mencapai 803 ton atau sekitar 29,66% dari total produksi tanaman biofarmaka di wilayah itu. Kabupaten Alor merupakan daerah produsen terbesar untuk komoditi kunyit dengan total produksi mencapai 234 ton atau sebesar 29, 15 persen dari total produksi kunyit di NTT.
Laos/Lengkuas menjadi tanaman dengan produksi terbesar ketiga di NTT. Jumlah produksinya mencapai 464 ton atau sekitar 17,14 persen dari total produksi. Kabupaten Alor menjadi produsen terbesar dengan total produksi mencapai 195 ton atau sekitar 42,12% dari total produksi Laos/Lengkuas di NTT.
Adapun tanaman biofarmaka yang paling sedikit diproduksi di NTT pada 2020 adalah jenis keji beling dengan total produksi sebesar 347,5 kg. Pengetahuan petani tentang jenis komoditi ini masih sedikit dan masih jarang penggunaannya di tengah-tengah masyarakat.
BPS juga mencatat ada banyak cara bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanaman biofarmaka tersebut, mulai sebagai konsumsi rumah tangga hingga untuk keperluan pengobatan. Tanaman biofarmaka dapat dibudiayakan untuk menyokong usaha pertanian di rumah tangga di NTT.
(baca : Jawa Timur Sentra Tanaman Anggrek Terbesar, Produksinya Capai 11,7 Tangkai)