Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencetak laba tahun berjalan Rp14,4 triliun pada 2022, meningkat 9,4% dibanding 2021 (year-on-year/yoy).
Berdasarkan data di laporan Statistik PLN 2022, peningkatan laba itu sejalan dengan naiknya jumlah pelanggan dan kapasitas penjualan tenaga listrik.
Pada akhir 2022 jumlah pelanggan PLN sudah meningkat 3,75% (yoy) menjadi 85,6 juta pelanggan, sedangkan penjualan listriknya naik 6,3% (yoy) menjadi 273,8 terrawatt-hour (TWh).
Beban usaha PLN pada 2022 sebenarnya membengkak 19,5% (yoy) menjadi Rp386,19 triliun, terutama akibat naiknya beban bahan bakar dan minyak pelumas, serta beban pembelian tenaga listrik.
Namun, pendapatan usaha mereka naik signifikan hingga jauh melampaui bebannya.
Pada 2022 PLN mencetak pendapatan usaha Rp441,13 triliun, meningkat 19,8% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan pendapatan itu ditopang oleh naiknya hasil penjualan tenaga listrik, biaya penyambungan, subsidi pemerintah, pendapatan kompensasi, dan lain-lain.
Kenaikan pendapatan PLN juga turut dipengaruhi tarif listrik yang lebih tinggi dibanding 2021.
"Harga jual listrik rata-rata per kWh selama tahun 2022 sebesar Rp1.136/kWh, lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.121/kWh," kata PLN dalam laporannya.
(Baca: Jumlah Pelanggan PLN Tumbuh 72% dalam Sedekade)
Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, laba tahun berjalan 2022 itu merupakan rekor laba terbesar sepanjang sejarah perusahaannya.
Darmawan mengklaim, pencapaian itu berhasil diraih berkat penataan di seluruh proses bisnis PLN, termasuk mengubah kultur organisasi dari bureaucratic like menjadi business like.
"Kami akan terus melanjutkan transformasi untuk meningkatkan pelayanan bagi pelanggan," kata Darmawan dalam siaran pers di situs resmi PLN, Rabu (7/6/2023).
Darmawan menyatakan, ke depannya PLN akan terus berupaya memperluas akses listrik ke daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), serta menjalankan mandat transisi energi untuk mengurangi pemanasan global.
"Dengan adanya tantangan transisi energi, kami sudah petakan, kami siapkan strateginya, mengubahnya menjadi peluang, untuk memastikan Indonesia bukan hanya pasar produk EBT (energi baru-terbarukan) dari luar negeri, tapi justru ikut menjadi bagian dari produsen yang akan membawa nilai tambah bagi Indonesia," katanya.
(Baca: Pertumbuhan EBT Masih Lemah sampai 2022, Kalah dari Batu Bara)