Bocornya surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Menteri BUMN dan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) terkait Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN memunculkan kekhawatiran bahwa perusahaan milik perintah tersebut akan mengalami kesulitan membayar utang. Baik untuk pembayaran pokok maupun bunga utang dalam beberapa tahun mendatang.
Berdasarkan data Bloomberg, rasio total utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio/DER) per Juni 2017 mencapai 32,35 persen. Artinya ekuitas perusahaan penyedia jasa listrik tersebut senilai Rp 881,54 triliun mampu menanggung keseluruhan utangnya senilai Rp 285,17 triliun atau kurang dari sepertiga modal PLN. Rasio utang tersebut jauh lebih rendah dibanding posisi 2013 yang mencapai di atas 250 persen.
Sementara current ratio (utang lancar dibagi aset lancar) PLN pada hingga akhir semester pertama sebesar 0,89. Artinya total aset lancar perusahaan milik pemerintah tersebut senilai Rp 107,37 triliun hanya mampu menutup 89 persen dari total utang lancarnya yang mencapai Rp 121,15 triliun. Sedangkan rasio arus kas dari operasional terhadap beban keuangan PLN pada akhir Juni 2017 sebesar 1,35. Artinya arus kas dari operasional perusahaan sebesar Rp 13,73 triliun mampu menutup semua pembayaran utang dan bunga senilai Rp 10,2 triliun, serta masih ada buffer sebesar Rp 3,3 triliun untuk investasi.