Laporan Bank Dunia menunjukkan, masih banyak masyarakat yang tak berlangganan jaringan tetap pita lebar telekomunikasi (fixed broadband) di Indonesia. Sebab, fasilitas internet yang tak dapat dipindah itu dianggap mahal, sebagaimana disampaikan oleh 44% responden.
Berdasarkan data Bank Dunia, seseorang perlu merogoh kocek untuk biaya sewa modem, biaya pemasangan, dan biaya langganan bulanan saat menggunakan layanan fixed broadband. Tarif berlangganan berkisar Rp 250 ribu hingga Rp 800 ribu per bulan.
Biaya pemasangan dan jaringan koneksi internet pada bulan pertama bahkan ditawarkan dengan paket termurah. Harganya setara dengan 1,2 kali pengeluaran bulanan per kapita keluarga miskin.
Dilihat berdasarkan wilayahnya, masyarakat yang menilai adopsi fixed broadband tergolong mahal didominasi dari Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Sementara ketersediaan layanan masih tersendat di Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Selain mahalnya biaya, masyarakat yang sudah bergantung pada internet seluler mengurungkan niatnya untuk berlangganan fixed broadband. Ini tecermin dari jawaban 24% responden.
Operator seluler mampu bersaing dengan beragam tarif serta mampu menjangkau penduduk di geografi yang sulit dan terpencil. Harganya yang terjangkau bagi tiap segmen populasi membuat internet seluler lebih diandalkan ketimbang fixed broadband.
Sejumlah alasan lain melatarbelakangi masyarakat tak memilih fixed broadband. Beberapa di antaranya adalah tak ada operator yang mendukung (14%), merasa tak butuh (8%), dan kecepatan internet yang rendah (4%).
(Baca: IndiHome Mendominasi Pasar Internet Fixed Broadband di Indonesia)