Hasil survei Bank Dunia menunjukkan, terlalu banyak pemain menjadi aspek paling menantang dari persaingan pasar digital di Indonesia. Setidaknya 72% responden mengaku khawatir dengan besarnya jumlah pelaku usaha yang tergabung dalam industri tersebut.
Sebanyak 21% responden khawatir pasar dimonopoli oleh para pemain besar. Kemudian, 7% responden menilai tantangan terbesar bagi mereka karena kapasitas usaha informal yang kecil dalam kompetisi.
Selain itu, Bank Dunia dalam laporannya menjelaskan bahwa terdapat tiga gesekan dalam ekonomi digital Indonesia. Pertama, gesekan antara pedagang daring (online) dan luring (offline).
Hal tersebut terjadi lantaran konsumen mulai beralih dari luring ke daring dalam memenuhi kebutuhan sehar-hari. Sebagai contoh, 78% konsumen kini memilih memesan makanan secara daring.
Kedua, adanya pesaingan antarpedagang daring. Platform digital memberikan banyak pilihan kepada konsumen, sehingga mendorong adanya winners takes all. Ini dapat dilihat dari 10% penjual teratas mendapatkan hampir 80% dari total pendapatan di e-commerce.
Ketiga, terdapat gesekan antara pekerja dan pengusaha. Platform digital cenderung tidak memberikan kekuatan kepada pekerja, sehingga memiliki tuntutan kerja yang tinggi.
Selain itu, Indonesia masih memiliki kesenjangan kapasitas talenta digital. Tercatat sebanyak 60% pekerja di tanah air memiliki pendidikan rendah.
(Baca: Sebanyak 1% Pemain Besar Kuasai Hampir Setengah Penjualan Digital Indonesia)