Kumparan menyurvei pandangan publik tentang siapa yang bertanggung jawab mengatur penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia.
Hasilnya, sebanyak 66% responden menilai pihak yang harus bertanggung jawab adalah perusahaan penyedia AI.
"Temuan ini menguatkan dugaan bahwa perusahaan global seperti OpenAI, Google, dan Microsoft dianggap lebih profesional, transparan, dan memiliki standar keamanan tinggi berkat reputasi internasional mereka," kata Kumparan dalam laporan Indonesia AI Report 2025.
Pihak lain yang juga dinilai memiliki tanggung jawab adalah masyarakat (56%), pemerintah pusat (55%), serta lembaga pendidikan dan penelitian (38%).
"Publik menilai tanggung jawab atas tata kelola AI tidak lagi bisa bersifat top-down, melainkan perlu bersifat kolaboratif antara negara, industri, dan publik," kata Kumparan.
Kemudian 30% responden menilai organisasi internasional seperti PBB dan UNESCO perlu terlibat dalam pengaturan AI, dan 26% menilai hal itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Kumparan menggelar survei ini secara online terhadap 1.000 responden, dengan distribusi 50% di Jabodetabek dan 50% lainnya tersebar di Surabaya, Medan, Makassar, Denpasar, dan Balikpapan.
Responden memiliki latar belakang pendidikan minimal SMA hingga S2, dengan proporsi gender 50% laki-laki dan 50% perempuan.
Jika dilihat dari kelompok usia, responden terdiri atas 50% gen Z (18-28 tahun) dan 50% milenial (29-44 tahun).
(Baca: Baru Sedikit Masyarakat Indonesia yang Mengakses AI pada 2025)