Layanan penyedia internet milik Elon Musk, Starlink, masuk ke Indonesia sejak Mei 2024. Namun, laporan OpenSignal menyebut, kecepatannya kini menurun di Tanah Air.
"Kemacetan jaringan membuat kecepatan unduh (download) Starlink turun hingga hampir dua pertiga dan kecepatan unggahan (upload) hampir setengahnya dalam waktu 12 bulan setelah peluncuran," tulis OpenSignal dalam laporannya, Rabu (8/10/2025).
Kecepatan unduh Starlink mencapai 42 megabit per detik (Mbps) pada 2024. Lalu turun menjadi 15,8 Mbps pada tahun ini. Begitupun kecepatan unggah, turun dari 10,5 Mbps menjadi 5,4 Mbps pada 2025.
OpenSignal menilai, penurunan ini dipicu oleh lonjakan permintaan yang menyebabkan kemacetan jaringan.
Awal operasionalnya, Starlink sempat menghentikan sementara pendaftaran pengguna baru karena keterbatasan kapasitas. Ketika pendaftaran langganan kembali dibuka pada Juli 2025, calon pengguna baru dihadapkan dengan kenaikan biaya yang signifikan.
Harga berlangganan melonjak menjadi US$490-US$574 atau sekitar Rp8 juta hingga Rp9,5 juta (asumsi kurs Rp16.565 per US$), setara hampir tiga kali lipat dari rata-rata upah bulanan pekerja di Indonesia.
"Ini berarti konsumen yang berminat harus membayar biaya awal yang tinggi atau menunggu hingga permintaan mereda," tulis OpenSignal.
Meskipun kecepatan menurun, namun kualitas konsistensi meningkat dari 24,2% pada 2024 menjadi 30,9% pada 2025. Artinya, meskipun kecepatan internet lebih lambat, tetapi stabilitas koneksinya membaik.
"Ini mencerminkan latensi yang lebih rendah dan pembaruan infrastruktur," tulis OpenSignal.
(Baca: Banyak Warga Indonesia Menganggap Starlink Belum Perlu Dibeli)