Menurut data Momentum Works, nilai penjualan dalam e-commerce atau gross merchandise value (GMV) di Indonesia diestimasikan mencapai US$56,5 miliar atau Rp917 triliun (asumsi kurs Rp16.230 per US$) pada 2024.
Shopee menjadi marketplace dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia, yakni mencapai 46% dari total GMV tersebut.
Shopee sebenarnya tak hanya menguasai Indonesia, tetapi juga negara lain di Asia Tenggara, seperti Thailand (51%), Singapura (56%), Vietnam (65%), Malaysia (62%), dan Filipina (52%).
Platform e-commerce dengan pangsa terbesar kedua di Indonesia adalah Tokopedia, yakni 23%. Di bawahnya ada platform dari induknya, yakni TikTok Shop, sebesar 11%.
Marketplace lainnya adalah Bukalapak sebesar 10%, Lazada 7%, dan Blibli 4%.
(Baca: Shopee Kuasai GMV e-Commerce di Asia Tenggara hingga 2024)
Pajak untuk e-commerce
Melansir Katadata, pemerintah saat ini tengah menggodok regulasi baru untuk menerapkan pajak bagi e-commerce. Nantinya, pedagang yang berjualan di marketplace akan dipungut pajak dari transaksi yang dihasilkan.
Sumber Reuters mengungkapkan, dalam aturan baru nanti, marketplace akan diminta untuk memotong dan meneruskan pembayaran pajak kepada otoritas hingga 0,5%. Pajak ini hanya akan dikenakan bagi pelapak yang memiliki omzet tahunan berkisar Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.
Kebijakan ini dilakukan untuk menyamakan kedudukan dengan penjual atau toko yang berjualan secara fisik. Sumber Reuters juga mengungkapkan, pajak bagi pelapak di e-commerce akan diterapkan pada Juli 2025.
Aturan baru ini dipastikan akan mempengaruhi sejumlah marketplace di Indonesia seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia, Lazada, Blibli, hingga Bukalapak.
“Saat ini, rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak masih dalam tahap finalisasi aturan oleh pemerintah,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rosmauli, Rabu (25/6/2025) malam.
Ia menjelaskan, pemerintah akan menerapkan kebijakan tersebut dengan berprinsip untuk menyederhanakan administrasi pajak. Selain itu juga untuk menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline.
Sebelumnya, pemerintah sudah menunjuk marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk memungut pajak. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2022 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan/Atau Pelaporan Pajak Yang Dipungut Oleh Pihak Lain Atas Transaksi Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Aturan pajak untuk e-commerce itu sebagai bentuk uji coba pemerintah sebelum menunjuk platform e-commerce secara umum untuk memungut pajak. Pemerintah juga sempat menunda pemungutan pajak penghasilan atau PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pelapak yang berjualan di marketplace.
(Baca Katadata: E-Commerce Punya Omzet di Atas Rp 500 Juta Bakal Kena Pajak, Begini Ketentuannya)