Kebocoran data pribadi diduga terjadi kepada pelanggan IndiHome, layanan dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun akhirnya turun tangan menyelediki isu 26 juta riwayat pencarian sekaligus nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pelanggan IndiHome bocor dan dibagikan gratis di situs gelap.
Berdasarkan data dari Dark Web Price Index 2021 oleh Privacy Affairs, penjahat siber menghasilkan cukup banyak keuntungan dari data pribadi yang diretas. Dark Web memasang harga yang relatif murah untuk himpunan data (database) alamat surat elektronik (e-mail) hasil kebocoran data pada 2022.
Rata-rata harga jual database yang berisi 10 juta alamat e-mail Amerika Serikat (AS) sebesar US$120, menurut data yang dikumpulkan antara Februari 2021 dan Juni 2022 oleh perusahaan media Privacy Affairs.
Selain itu, rata-rata harga database dengan 600.000 alamat surel Selandia Baru tercatat sebesar US$110 dan 2,4 juta alamat e-mail Kanada sebesar US$100.
Harga database ini murah karena mudah diperoleh dan memiliki akurasi yang rendah, menurut Privacy Affairs. Sebagian besar database e-mail yang bocor adalah hasil agregasi dari kebocoran-kebocoran yang lain.
Privacy Affairs juga melaporkan bahwa pasar data di dark web tumbuh semakin besar dari segi volume dan jenis produk.
(Baca: Kasus Kebocoran Data di Indonesia Melonjak 143% pada Kuartal II 2022)