Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali didera konflik internal. Pada September 2022 Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa diberhentikan dari jabatannya dan digantikan oleh Muhammad Mardiono.
Konflik internal ini diperkirakan mengganggu soliditas partai hingga dapat berdampak terhadap perolehan suara pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Adapun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), perolehan suara dan perolehan kursi parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR RI) PPP telah mengalami tren penurunan sejak Pemilu 1999 seperti terlihat pada grafik.
Pada 1999, Pemilu pertama pasca reformasi, PPP berhasil meraup 11,31 juta (10,72%) suara sah nasional dan meraih 58 kursi DPR RI (12,55%). Namun, capaian tersebut cenderung menurun di beberapa Pemilu berikutnya.
Sampai pada Pemilu 2019 PPP hanya mampu meraih 6,32 juta (4,52%) suara sah nasional dan 19 kursi DPR RI (3,3%). Capaian ini merupakan yang terendah dalam 5 kali Pemilu terakhir.
Menjelang Pemilu 2024 ini, konflik internal yang dialami PPP diperkirakan akan sulit mendongkrak perolehan suara dari titik terendahnya pada Pemilu 2019.
Sebelumnya, PPP juga sudah beberapa kali didera konflik serupa. Berikut riwayat konflik internal PPP sejak era Orde Baru sampai sekarang:
- 1979: PPP mengalami konflik internal setelah Jailani Naro mendeklarasikan diri sebagai Ketua Umum yang kemudian mendapat dukungan dari pemerintah. Puncaknya, Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan mundur dari PPP pada 1984.
- 2014: PPP didera konflik internal pada masa kepemimpinan Ketua Umum Suryadharma Ali (SDA) karena perbedaan dukungan dari para elite partai terhadap calon presiden di masa itu. SDA akhirnya mundur dari Ketua Umum PPP karena tersangkut kasus korupsi.
- 2015-2017: Terjadi dualisme kepemimpinan di PPP antara Djan Farids dan Romahurmuziy. Belakangan, Romahurmuziy juga terseret kasus korupsi.
- 2022: Suharso Monoarfa diberhentikan sebagai Ketua umum PPP dan digantikan Muhammad Mardiono
(Baca: Perolehan Kursi DPR RI Partai Persatuan Pembangunan Semakin Menurun Sejak Pemilu 1999)