Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memprediksi total cadangan (reserves) nikel global mencapai 130 juta ton pada 2023.
Jumlahnya bertambah sekitar 30 juta ton atau melonjak 30% dibanding 2022, serta menjadi rekor tertinggi baru dalam dua dekade terakhir.
Angka reserves yang dicatat USGS menunjukkan seluruh cadangan nikel yang dapat diekstraksi atau diproduksi secara ekonomis, meskipun fasilitas ekstraksinya belum ada atau belum beroperasi.
Menurut USGS, mayoritas cadangan nikel global pada 2023 berada di Indonesia dengan jumlah 55 juta ton, diikuti Australia 24 juta ton, dan Brasil 16 juta ton.
Secara kumulatif, tiga negara tersebut diperkirakan menguasai sekitar 95 juta ton atau 73% dari total cadangan nikel global tahun lalu.
Adapun kenaikan cadangan global ini beriringan dengan turunnya harga nikel.
USGS mencatat, harga rata-rata tahunan nikel di London Metal Exchange (LME) pada 2023 turun sekitar 15% dibanding 2022.
Menurut USGS, penurunan harga tersebut dipengaruhi naiknya surplus nikel dari Indonesia dalam bentuk intermediate matte dan hidroksida nikel-kobalt yang biasa digunakan untuk produksi baterai, serta berkurangnya permintaan baja tahan karat.
(Baca: Naik-Turun Harga Nikel, Pengaruh Oversupply sampai Tren Kendaraan Listrik)